Latar Belakang Pendidikan Sarjana Bagi Penilai...?

Selasa, Maret 17, 2009

Suatu hari saya melihat tumpukan kertas menumpuk di meja seorang teman yang sedang kosong, entah kenapa saya tertarik untuk duduk, membaca, sekaligus menelusuri isi kertas yang ada di meja tersebut. Kata Pertama saya lihat adalah "draft UU Penilai", wah tanpa pikir panjang saya bergegas untuk membaca kertas yang berbunyi "draft UU Penilai" tersebut. Salah satu bagian tulisan yang membuat dahi saya berkerut dan sejenak berfikir adalah ketika saya menemukan kata-kata yang kurang lebih berbunyi seperti ini " Yang dapat diangkat sebagai penilai adalah pegawai dengan latar belakang pendidikan Sarjana Ekonomi dan atau Sarjana Teknik...dst". Hhhmm...apa yang mendasari dibuatnya kata-kata dalam ayat draft UU ini ya?gumamku. Yang jelas kualifikasi pendidikan untuk seseorang dapat diangkat sebagai penilai telah "naik" dari standar semula. Dari dulunya (kalau tidak salah) Diploma I/III PPLN dan PBB (Penilai) ataupun yang telah mengikuti baik diklat penilaian dasar ataupun lanjutan dan kini Sarjana Ekonomi dan atau Teknik. Peningkatan standar bisa juga berarti upaya peningkatan kompetensi, tetapi dahi saya berkerut lagi ketika dalam hati saya bertanya " Kenapa hanya Sarjana Ekonomi dan Sarjana Teknik?" Ooo mungkin karena lingkup utama penilaian tidak terlalu jauh dari background pendidikan kedua jenis sarjana tersebut?Bagaimana dengan sarjana yang lain? Trus penilai yang sudah disahkan oleh SK Menteri Keuangan?Entahlah,tapi karena ini masih draft, someday somehow, bisa berubah. Sekarang tinggal bagaimana kita sebagai penilai harus mampu mengaktualisasi diri dan meningkatkan kompetensi akademisi kita, karena semuanya bertujuan positif demi kemajuan DJKN yang kita cintai ini. Siapkah kita menyongsong perubahan itu? Hanya anda yang bisa menjawabnya....

3 Responses to “Latar Belakang Pendidikan Sarjana Bagi Penilai...?”

  1. Assalamualaikum Wr. Wb.
    Pengalaman di lapangan sih latar belakang pendidikan tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap laporan penilaian. Kalau syarat utama sarjana secara umum mungkin masih bisa diterima (walau kening berkerut2 dan terasa aneh juga).

    Regards
    Danny Hermanto

    BalasHapus
  2. Memang sebagian besar ilmu yang berperan dalam proses penilain adalah ekonomi dan teknik. Namun demikian tidak seharusnya syarat itu menjadi mutlak. Ini akan berakibat patah arangnya sejumlah teman yg tidak bergelar SE atau ST.

    BalasHapus
  3. Mungkin untuk sekarang standar bawah Penilai di DJKN adalah lulusan D1/D3 PPLN dan D3 Penilai/PBB. Menurut saya syarat tersebut sudah cukup untuk masa sekarang. Namun karena para Penilai a.k.a Direktorat Penilaian Kekayaan Negara masih memiliki mimpi untuk membentuk Penilai yang berintegritas, handal, dan mumpuni (bukan sekedar menggunakan asumsi yang tak berdasar) yang mampu diandalkan dalam menjaga gerbang keuangan republik ini dari tindakan curang pihak-pihak tertentu dan memberikan nilai tambah bagi negara (melalui pemasukan bea Penilai untuk pelayanan penilaian yang akan dimasukkan ke kas negara, mimpi dari Alm. Big Bozz yang belum terpenuhi), serta ikut membantu memetakan dinamika perkembangan ekonomi dan sosial di dalam masyarakat maka peningkatan kualitas SDM Penilai adalah suatu keniscayaan. Kalau memang syarat minimal Penilai adalah S1 maka dikhususkan dalam bidang kesarjanaan yang benar2 berhubungan dengan Penilaian dan mampu memberikan sumbangan pemikiran demi tercapainya mimpi-mimpi Penilai. Dan kita harus berpikir positif dalam hal ini, semata-mata untuk kemajuan bersama. One Team, One Spirit, One Goal!

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.