Insentif... Perlukah?

Rabu, Februari 04, 2009

Insentif...insentif...dan insentif..!Antara suka dan tidak (walaupun sempat diejek munafik), insentif sempat "mewarnai" hidup kita di tahun 2007 dan 2008. Seorang teman di seberang sana bilang, kalau insentif membuatnya bisa membeli sebuah motor, yang lain lagi hp baru, laptop, atau bahkan tanah/rumah (wah gede amat nih insentifnya), sementara yang lain bilang, "Keadilaaaan...!Kita tidak menerima insentif sesuai dengan hasil kerja yang telah kita lakukan tapi 'golongan senior"lah yang menguasai pembagiannya, nah yang parah lagi temen-temen di Kantor Pusat malah bilang" Insentif?Apa itu, kok aku gak tau, emang dapat ya?, kok kita enggak". Itu mungkin salah satu dari ratusan atau bahkan ribuan jeritan penilai di daerah yang terdengar oleh saya. Yaah, insentif memang diciptakan untuk mendongkrak kinerja inventarisasi dan penilaian, tapi efek negatif insentif akan cukup mengganggu etos dan kesinambungan kerja kita. Ketika obyektifitas pembagian insentif tidak dapat terjaga, tentunya akan menimbulkan gejolak dalam lingkup kantor tersebut. Efek lain yang dapat terjadi, ketika sebuah tim penilai tersangkut masalah hukum, seharusnya seluruh pihak yang mempunyai andil (dalam artian ikut menerima insentif berdasarkan prosentase dan kedudukan jabatannya dalam proses inventarisasi dan penilaian) ikut merasakan efek hukum tersebut. Inilah yang dikatakan temen kita tadi Keadilaaaaan...!Tahun 2009 ini adalah saat dimana "ketulusan dan keikhlasan" penilai diuji. Dari sini bisa kita liat apakah insentif memang berpengaruh besar?, adakah efek lain yang akan timbul? Kita lihat saja..Kami hanya bisa mengucapkan selamat bekerja (untuk menafkahi keluarga) teman-teman Penilai!

5 Responses to “Insentif... Perlukah?”

  1. Kalau dilihat dari niatan awal pemberian insentif tentu positif. Teman-teman penilai di daerah, termasuk saya (new comer, magang di KPKNL X), merasakan bahwa penilai-penilai di operasional tersebut memiliki semangat untuk melakukan penilaian. semangat yang seimbang dengan beban pekerjaan yang diemban. pekerjaan yang gila-gilaan. namun di beberapa tempat ada cerita2 keserakahan "senior-senior" yang menimbulkan jeritan ketidakadilan....pihak2 yang justru tidak banyak andil merasakan panas terik matahari, terjalnya jalan-jalan yang dilalui, lembur-lembur (yang dipaksakan) untuk memenuhi deadline laporan, keruwetan collecting data, dll...whatever lah...semua tindakan akan ada balasannya masing2...tapi kalau gak ada insentif buat penilaian di tahun 2009 dan tahun seterusnya ya...why not?...this time for us to prove our idealisme....for Indonesia Jaya...

    BalasHapus
  2. Idem buat tiaw bookie, daripada yg kerja keras tdk mendapat "bagian" yg semestinya yang ujung2nya sakit ati, lebih baik ga ada yang dpt sama sekali. Balasannya dari Allah SWT. Amin

    BalasHapus
  3. Menurut saya, ada banyak hal yang tidak bisa dinilai dengan insentif...Insentif menimbulkan konsekuensi..Yang siap dengan konsekuensinya SALUT ! Tapi bagi yang tidak siap..ya DUK-DAK jantung ini...Iri hati muncul disana-sini...That's money can't buy...A House, but not Home; A Sex, but not Love, A Drug, but not Healthyness, etc..etc..Berlayar naik kapal kayu menjelajah Selat Flores, Selat Adonara, Selat Solor...menuju Satker..pulang selamat, peluk keluarga..More than insentif can say..Salam dari Timor Kupang !

    BalasHapus
  4. Saya juga pernah mengalami hal yang sama, DL dengan pesawat cassa ke fakfak,yang dipikirin ketika pulang bukan insentif dan sisa uang dinas, tapi berdoa semoga pesawat cepat mendarat di tengah cuaca yang buruk dan sampai di sorong, pulang ke keluarga.Hmm bnr2 something money cant buy!

    BalasHapus
  5. mas Robby jajal nulis nang Media Penilai toia, keren nih tulisane :D

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.