Aaah......akhirnya bisa posting lagi. Sori banget baru eksis lagi, banyak sekali temen2 yang nanya, "kok blog-nya ga pernah di-update lagi?". Wah sungguh pertanyaan tantangan buat saya. Mohon maaf temen2, akhir-akhir ini saya agak sibuk (cieee...sok sibuk kali), kebetulan ada beberapa tugas penilaian plus tugas sebagai pengajar pengganti dalam diklat penilaian baik dasar/lanjutan yang harus saya jalani. Selain itu juga yang harus dipahami, bahwa saya adalah satu-satunya admin yang mengelola blog ini, jadi ketika tugas rutin di kantor cukup banyak menyita waktu, maka blog ini kesannya jadi "tidak terurus alias tidak update ". Pun demikian dengan pertanyaan temen2 yang belum sempat saya balas atau janji postingan saya pada teman2, saya ucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya. Tadinya saya berharap mendapat bantuan tenaga untuk mengelola blog ini, tapi kebanyakan temen disini mungkin terlalu sibuk dengan urusan masing2. Eh kok jadi panjang gini, sori CURCOL dikit gpp kan.:p
Oke, kembali ke jalan yang benar nih, kenapa saya angkat topik ini, tak lain karena topik ini baru hangat dibahas saat saya harus melakukan pemaparan (peer review) laporan penilaian. Pembahasan konsistensi ini muncul ketika kertas kerja penilaian saya dikoreksi oleh salah satu Ketua Komite Penilai di kantor, Bapak Arik Hariyono. Dalam diskusi tersebut kami memfokuskan pembahasan pada faktor-faktor penyesuaian yang ada dalam kertas kerja. Pada dasarnya hal pertama yang harus "dikantongi" oleh seorang penilai sebelum melakukan perbandingan adalah mengetahui informasi range harga setempat secara pasti. Kedua, pastikan bahwa data pembanding yang digunakan masih dalam 1 layer. Tidak ada 1 data pembandingpun yang "jauh lebih" ataupun "jauh kurang" apabila dihadapkan dengan objek penilaian. Ketiga, yang harus diketahui bahwa dalam kertas kerja tersebut ada faktor-faktor yang memang terukur secara matematis dan ada faktor-faktor yang tidak terukur sehingga faktor ini sangat bergantung pada kemampuan intuisi penilai. Intinya faktor terukur itu dapat diperoleh dari indikasi biaya yang timbul agar objek penilaian dan pembanding berada dalam kondisi yang equal. Sedangkan faktor yang tidak terukur adalah faktor yang tidak dapat ditentukan besarannya secara pasti namun faktor tersebut dapat menjadi faktor penentu yang menggiring nilai indikasi "mendekat" ke arah equal satu sama lain. Keempat, pastikan bahwa pembobotan yang dilakukan adalah tepat. Tepat disini dapat diartikan bahwa sebelum melakukan pembobotan, harus diketahui dulu bagaimana total persentase adjustment tersebut terbentuk. Misal : total penyesuaian terhadap objek penilaian = objek A -10% dan objek B -10%. Kondisi seperti ini tidak selalu dapat dikatakan seimbang dalam hal pembobotan. Ketika ditelusuri objek A hanya memiliki 1 perbedaan dalam faktor penyesuaian dengan besaran -10% sedangkan objek B memiliki 5 perbedaan dalam faktor penyesuaian dengan total besaran -10%. Sehingga dalam hal ini objek A dapat dikatakan memiliki "porsi" kemiripan yang lebih besar daripada objek B sehingga dikenakan pembobotan yang lebih besar. Selanjutnya pada tahap akhir, jangan pernah lupa untuk melakukan pengecekan bahwa total pembobotan adalah 100%!
Oke, sekarang kita membahas apa sih yang sebenarnya dimaksud "KONSISTEN" dalam kasus ini. Arti konsisten adalah konsisten dalam asumsi namun tidak selalu dan melulu mengenakan besaran penyesuaian yang sama pada faktor penyesuaian objek pembanding terhadap objek penilaian dengan kasus yang sama. Bingung???Saya pun juga bingung??Konkritnya begini, misal untuk kasus jenis transaksi, penawaran tidak selalu memberikan kontribusi negatif terhadap nilai objek pembanding. Kontribusi positif akan timbul ketika penawaran yang dilakukan penjual bersifat misal B.U.M.B.U. alias Butuh Uang Mau Bayar Utang bukan C.I.N.T.A. alias Cuma Iseng Nawarin Tanah Aja. Contoh lain (yang mungkin berpotensi diartikan "tidak konsisten") adalah pengenaan persentase penyesuaian yang berbeda pada jenis transaksi yang sama, misal objek A dan B sama-sama merupakan data transaksi jual beli namun dikenakan besaran penyesuaian berbeda antara keduanya. Kenapa bisa begitu?Karena persentase yang dikenakan pada keduanya adalah bertujuan untuk menggiring harga objek pembanding tersebut menuju range harga pasar yang diketahui. Bisa jadi harga pembanding A adalah misal berselisih 2 juta dengan harga pasar sedang harga pembanding B hanya berselisih 1 juta, maka persentase yang dibebankan ke pembanding A lebih besar bila dibandingkan dengan objek B.
Dari kasus di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang mengetahui secara persis proses penilaian adalah penilai itu sendiri, orang lain (bahkan pemeriksa) pun tidak dapat dengan serta merta memberikan opini atas hasil penilaian hanya di balik meja. Namun yang wajib dilakukan oleh penilai adalah dapat memberikan alasan-alasan atau asumsi yang tepat kepada pihak lain yang mempertanyakan hasil penilaian tersebut. Sekian..CMIIW (robby sandjaja)
Oke, kembali ke jalan yang benar nih, kenapa saya angkat topik ini, tak lain karena topik ini baru hangat dibahas saat saya harus melakukan pemaparan (peer review) laporan penilaian. Pembahasan konsistensi ini muncul ketika kertas kerja penilaian saya dikoreksi oleh salah satu Ketua Komite Penilai di kantor, Bapak Arik Hariyono. Dalam diskusi tersebut kami memfokuskan pembahasan pada faktor-faktor penyesuaian yang ada dalam kertas kerja. Pada dasarnya hal pertama yang harus "dikantongi" oleh seorang penilai sebelum melakukan perbandingan adalah mengetahui informasi range harga setempat secara pasti. Kedua, pastikan bahwa data pembanding yang digunakan masih dalam 1 layer. Tidak ada 1 data pembandingpun yang "jauh lebih" ataupun "jauh kurang" apabila dihadapkan dengan objek penilaian. Ketiga, yang harus diketahui bahwa dalam kertas kerja tersebut ada faktor-faktor yang memang terukur secara matematis dan ada faktor-faktor yang tidak terukur sehingga faktor ini sangat bergantung pada kemampuan intuisi penilai. Intinya faktor terukur itu dapat diperoleh dari indikasi biaya yang timbul agar objek penilaian dan pembanding berada dalam kondisi yang equal. Sedangkan faktor yang tidak terukur adalah faktor yang tidak dapat ditentukan besarannya secara pasti namun faktor tersebut dapat menjadi faktor penentu yang menggiring nilai indikasi "mendekat" ke arah equal satu sama lain. Keempat, pastikan bahwa pembobotan yang dilakukan adalah tepat. Tepat disini dapat diartikan bahwa sebelum melakukan pembobotan, harus diketahui dulu bagaimana total persentase adjustment tersebut terbentuk. Misal : total penyesuaian terhadap objek penilaian = objek A -10% dan objek B -10%. Kondisi seperti ini tidak selalu dapat dikatakan seimbang dalam hal pembobotan. Ketika ditelusuri objek A hanya memiliki 1 perbedaan dalam faktor penyesuaian dengan besaran -10% sedangkan objek B memiliki 5 perbedaan dalam faktor penyesuaian dengan total besaran -10%. Sehingga dalam hal ini objek A dapat dikatakan memiliki "porsi" kemiripan yang lebih besar daripada objek B sehingga dikenakan pembobotan yang lebih besar. Selanjutnya pada tahap akhir, jangan pernah lupa untuk melakukan pengecekan bahwa total pembobotan adalah 100%!
Oke, sekarang kita membahas apa sih yang sebenarnya dimaksud "KONSISTEN" dalam kasus ini. Arti konsisten adalah konsisten dalam asumsi namun tidak selalu dan melulu mengenakan besaran penyesuaian yang sama pada faktor penyesuaian objek pembanding terhadap objek penilaian dengan kasus yang sama. Bingung???Saya pun juga bingung??Konkritnya begini, misal untuk kasus jenis transaksi, penawaran tidak selalu memberikan kontribusi negatif terhadap nilai objek pembanding. Kontribusi positif akan timbul ketika penawaran yang dilakukan penjual bersifat misal B.U.M.B.U. alias Butuh Uang Mau Bayar Utang bukan C.I.N.T.A. alias Cuma Iseng Nawarin Tanah Aja. Contoh lain (yang mungkin berpotensi diartikan "tidak konsisten") adalah pengenaan persentase penyesuaian yang berbeda pada jenis transaksi yang sama, misal objek A dan B sama-sama merupakan data transaksi jual beli namun dikenakan besaran penyesuaian berbeda antara keduanya. Kenapa bisa begitu?Karena persentase yang dikenakan pada keduanya adalah bertujuan untuk menggiring harga objek pembanding tersebut menuju range harga pasar yang diketahui. Bisa jadi harga pembanding A adalah misal berselisih 2 juta dengan harga pasar sedang harga pembanding B hanya berselisih 1 juta, maka persentase yang dibebankan ke pembanding A lebih besar bila dibandingkan dengan objek B.
Dari kasus di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang mengetahui secara persis proses penilaian adalah penilai itu sendiri, orang lain (bahkan pemeriksa) pun tidak dapat dengan serta merta memberikan opini atas hasil penilaian hanya di balik meja. Namun yang wajib dilakukan oleh penilai adalah dapat memberikan alasan-alasan atau asumsi yang tepat kepada pihak lain yang mempertanyakan hasil penilaian tersebut. Sekian..CMIIW (robby sandjaja)
like this...
BalasHapussaya sangat setuju sekali dengan artikel Abang ini...
ini merupakan suatu ilmu tersendiri bagi saya..
like this..
BalasHapussaya sanghat setuju sekali dengan artikel abang ini...
semoga dapat bermanfaat bagi say yang saat ini ingin sekali mendalami ilmu penilaian