Penilaian dalam rangka pemanfaatan/pemindahtanganan BMN untuk objek selain tanah dan bangunan...Tinjauan dari segi administrasi

Kamis, Februari 11, 2010

Permohonan penilaian dalam rangka pemanfaatan/pemindahtanganan BMN untuk objek selain tanah dan bangunan oleh kementerian/lembaga adalah salah satu bentuk permohonan penilaian yang sering dihadapi oleh Direktorat Penilaian. Hal yang akan kita bahas disini adalah tata tertib administrasinya. Proses ini dimulai dengan datangnya surat permohonan penilaian. Sebagaimana tercantum pada PMK 179/PMK.06/2010 pasal 8 ayat 2, ada 2 macam permohonan penilaian yang diatur yaitu yang pertama permohonan penilaian dari pengelola barang dalam hal pengguna barang telah mengajukan permohonan pemanfaatan/pemindahtanganan terlebih dulu dan yang kedua permohonan penilaian dari pengguna barang dalam hal pengguna barang belum mengajukan permohonan pemanfaatan/pemindahtanganan BMN kepada pengelola barang. Sebenarnya kedua permohonan penilaian ini tidaklah jauh berbeda, yang membedakannya adalah dengan siapa nantinya penilai akan berkoordinasi untuk selanjutnya melaksanakan penilaian dimaksud. Yang perlu diperhatikan adalah kewenangan penilaian berdasarkan arestasi yang telah ditentukan pada KMK.31/KM.06/2008. Setelah aspek arestasi telah diverifikasi, maka hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah memeriksa kelengkapan berkas permohonan. Apabila berkas permohonan penilaian dinyatakan lengkap, maka hal selanjutnya adalah menentukan penilai yang akan ditugaskan melaksanakan penilaian dimaksud dan untuk selanjutnya daftar nama penilai tersebut dikirimkan ke K/L pemohon penilai untuk dapat ditetapkan dalam sebuah SK yang menugaskan penilai DJKN untuk melaksanakan penilaian terhadap objek dimaksud. Mengapa demikian? Sebagaimana termaktub dalam PP No. 6 tahun 2006 pasal 40 ayat 1 dan PMK 96/PMK.06/2007 pasal 11 ayat 3 yang berbunyi " Penilaian Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan dilakukan oleh tim yang ditetapkan Pengguna Barang dan dapat melibatkan Penilai yang ditetapkan oleh Pengguna Barang". Aturan tersebut diartikan bahwa penilaian untuk objek selain tanah/bangunan dapat dilakukan sendiri oleh K/L yang bersangkutan apabila telah memiliki tenaga penilai yang telah bersertifikasi, namun sejauh ini tenaga penilai yang bersertifikasi di lingkungan pemerintah hanya dimiliki oleh DJKN dan DJP. Oleh karena itu opsi kedua dalam aturan tersebut yang berbunyi "dapat melibatkan Penilai yang ditetapkan oleh Pengguna Barang" diartikan bahwa penilai di luar K/L (secara khusus dalam hal ini adalah penilai DJKN) dapat melaksanakan penilaian objek dimaksud setelah ditetapkan terlebih dahulu oleh K/L bersangkutan sebagai tim penilai. Setelah tim penilai tersebut ditetapkan oleh K/L, barulah penilaian dapat dilaksanakan. Sekian, semoga dapat memberikan pencerahan...Terima Kasih (robby)

Leave a Reply

Diberdayakan oleh Blogger.