Fungsionalisasi penilai? Kapan???

Rabu, September 16, 2009

Apa sih sebenarnya arti fungsional itu...?Secara sederhana fungsional bisa diartikan mempunyai kegunaan/fungsi. Dalam wiktionary juga dijelaskan functional is useful, serving a purposes and fulfilling a function. Fungsional adalah bersifat guna, menyediakan sebuah tujuan . Menurut Peraturan Pemerintah No.16 tahun 1994 yang dimaksudkan dengan jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau ketrampilan tertentu serta bersifat mandiri. Nah dari ketiga definisi di atas sebenarnya telah jelas mengapa saya mengambil tema ini sebagai bahan uneg-uneg dalam blog ini. Fungsional disini saya pandang dari scope yang lebih sempit yang akan teman-teman ketahui lebih lanjut dari tulisan di bawah ini. Dilihat dari tugas dan tujuannya, telah jelas bahwa penilai adalah pihak yang dengan ketrampilan dan keahliannya dapat memberikan opini nilai tentang suatu aset atas permohonan assignor (pemberi tugas) yang akan dijadikan sebagai salah satu dasar pertimbangan penetapan keputusan terkait keberadaan aset itu sendiri. Penilai bekerja secara independen karena tidak dapat dipengaruhi oleh pihak lain, bahkan sang pemberi tugas itu sendiri. Berkaitan dengan independensi tersebut, penilai dituntut untuk dapat bertanggung jawab penuh atas hasil kerjanya. Menilik pernyataan di atas, kita bisa melihat bahwa sungguh penilai memiliki tugas dan tanggung jawab yang sedemikian berat. Kesalahan penilai dapat berimbas pada kesalahan penetapan keputusan pihak pemberi tugas yang dapat beakibat pada gugatan hukum dari pihak-pihak yang merasa dirugikan atas keputusan tersebut. Mau tidak mau penilai adalah pihak yang secara langsung akan terjerat dalam gugatan hukum tersebut. Dalam melaksanakan pekerjaannya penilai juga banyak menghadapi resiko fisik dan rohaniah yang mungkin belum disadari sepenuhnya oleh pihak pembuat kebijakan. Tidak adanya jaminan penyangga profesi semisal asuransi pun menjadikan penilai harus menghadapi ancaman resiko di lapangan sendirian. Apapun yang terjadi di lapangan, itu adalah menjadi tanggungan penilai itu sendiri. Apa yang kita lihat disini? High revenues means high risk atau kalau boleh saya balik dan seret ke perbincangan ini High risk means high revenues tidak berjalan seimbang. Kata revenues dapatlah kita sebut rewards disini. Ya, pekerjaan dengan resiko besar tentunya berhak mendapat penghargaan yang setimpal. Penghargaan apakah itu? Nah inilah yang menjadi pusat uneg-uneg saya dari tadi. Tunjangan dan jaminan penyangga profesi! Ya, dilihat dari status PNS-nya, penghargaan setimpal ini baru bisa didapatkan penilai apabila telah diatur struktur jabatan fungsionalnya. Kenyataannya penilai DJKN sekarang masih berstatus struktural. Apa saja sih kriteria jabatan fungsional itu?
1. Mempunyai metodologi, teknik analisis, teknik dan prosedur kerja yang didasarkan atas disiplin ilmu pengetahuan dan/atau pelatihan teknis tertentu dengan sertifikasi;
2. Memiliki etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi;
3. Dapat disusun dalam suatu jenjang jabatan berdasarkan :
- tingkat keahlian bagi jabatan fungsional keahlian;
- tingkat ketrampilan bagi jabatan fungsional ketrampilan;
4. Pelaksanaan tugas bersifat mandiri;
5. Jabatan fungsional tersebut diperlukan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi.
Hhhm, setelah melihat kriteria di atas, apakah yang Anda pikirkan? Mungkin sama dengan yang saya pikirkan ketika mulai menulis artikel ini....
Oya, hampir saya lupa. Sebagai jabatan fungsional, tentunya penilai juga harus mempunyai apa yang disebut dengan rumpun jabatan fungsional. Mungkin sudah mulai harus dipikirkan dari sekarang untuk membentuk suatu Asosiasi Penilai Pemerintah sebagaimana impian almarhum Direktur Penilaian terdahulu, Bapak Iwan Hindawan Dadi. Asosiasi Penilai Pemerintah ini beranggotakan seluruh penilai internal dari seluruh instansi pemerintah baik departemen ataupun non departemen. Asosiasi ini tidak dibentuk untuk menjadi saingan MAPPI, namun justru keduanya dapat berkoordinasi dan bersinergi dalam bidang penilaian di Indonesia. Bahkan anggota Asosiasi Penilai Pemerintah ini ada yang juga menjadi anggota dari MAPPI. Masalahnya sekarang tenaga penilai internal yang ada di Indonesia sekarang hanya berasal dari lingkungan Departemen Keuangan yaitu DJKN dan DJP. Sedangkan instansi pemerintah yang lain belum memiliki tenaga penilai. Ini berarti langkah awal pembentukan rumpun jabatan fungsional penilai ini adalah dengan menyediakan tenaga penilai bersertifikasi di tiap instansi pemerintah. DJKN sebagai regulator harus bersiap memberikan bimbingan akademis penilai kepada masing-masing instansi pemerintah dengan memberikan diklat, pelatihan, atau sejenisnya yang bertujuan menciptakan penilai yang terampil, terlatih, dan bersertifikasi. Untuk menjaga kualitas hasil penilai didikannya, tentunya DJKN-lah yang akan menjalankan fungsi quality control secara mutlak. Fungsi quality control ini dapat dijalankan dengan membentuk sebuah Sub Direktorat pembinaan & pengawasan penilai di dalam Direktorat Penilaian yang bertanggung jawab terhadap seluruh penilai internal di instansi pemerintah. Terakhir, jabatan fungsional tentu mengisyaratkan adanya persyaratan angka kredit. Darimanakah angka kredit penilai diambil? Tentunya dari kuantitas dan kualitas penilaian yang pernah dilaksanakan oleh penilai itu sendiri. Dari sini, harus ada langkah awal yang dilakukan oleh pihak DJKN sendiri untuk lebih memperketat kualifikasi penilai yang akan di-fungsionalkan, contoh paling nyata adalah dengan meninjau kembali SK Menkeu tentang penunjukan penilai internal di lingkungan DJKN. Penilai dengan angka kredit yang tidak memenuhi kualifikasi tentunya harus "rela" dieliminasi. Hal tersebut dilakukan, sekali lagi, agar kuantitas dan kualitas penilai , khususnya, DJKN dapat terjaga. Ok, mungkin cukup sekian tulisan saya. Semoga uneg-uneg ini dapat tercapai...suatu hari. Mohon maaf apabila mungkin terdapat kesalahan dalam tulisan ini, diharapkan masukan dan kritik dari teman-teman demi pembelajaran bersama. Hidup DJKN(robby).

2 Responses to “Fungsionalisasi penilai? Kapan???”

  1. kayaknya...fungsionalisasi penilai perlu dijadikan salah satu bahasan di rakertas yang akan diadakan tgl14-16 oktober, kalo memungkinkan sampe dibuatkan schedulenya dan kalo perlu Penilaian jd Unit Eselon I sendiri atau semacam BLU di bawah Depkeu dengan nama Badan Penilai Kekayaan Negara.

    BalasHapus
  2. bahan-bahannya dah disusun mas,tp kyknya ini blm msk deh,mungkin nanti Saudara sebagai wakil dari KPKNL Palembang bisa memasukkannya dalam current issues.Terus terang ini cm uneg2 penulis sendiri..Ditunggu kedatangannya!

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.