Archive for Agustus 2009

Pengumuman Singkat

Senin, Agustus 24, 2009

Marhabban Ya Ramadhan, Selamat Datang Bulan penuh berkah. Direktorat Penilaian dengan ini mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa kepada yang menjalankan. Semoga bulan ramadhan ini dapat menjadi pencerahan bagi kita semua. Amien!. Selain itu kami masih mengharapkan support dari teman-teman penilai DJKN seluruh Indonesia untuk dapat mengirimkan artikel seputar penilaian, cerita pendek pengalaman penilai di lapangan atau hal apapun yang berhubungan dengan penilaian. Tujuannya tentu saja untuk bagi-bagi ilmu dan pengalaman antar penilai DJKN seluruh Indonesia sekaligus meramaikan blog PKN ini. Artikel/cerita pendek tersebut dapat dikirimkan via email ke masrobby@gmail.com atau petabang2@gmail.com. Terima Kasih!

Selamat Datang Direktur Penilaian Yang Baru....

Jumat, Agustus 14, 2009

Akhirnya tanda tanya kami terjawab sudah...Terhitung sejak tanggal 13 Agustus kemarin jabatan eselon II Direktur Penilaian yang sempat lowong sepeninggal (alm) Bapak Iwan Hindawan Dadi akhirnya terisi dengan dilantiknya Bapak Suyatno Harun, Ak., M.Sc., CGFM menjadi Direktur Penilaian Kekayaan Negara oleh Menteri Keuangan.Akhirnya kami mendapatkan "Bapak" baru setelah sekian lama menunggu. Semoga Bapak Suyatno Harun mampu memberi perubahan ke arah yang lebih baik buat kami, para staf Direktorat Penilaian khususnya dan penilai intern DJKN seluruh Indonesia pada umumnya. Selamat Datang Pak....!

Praktik Terbaik (Best Practice) Penilaian Tarif Sewa Properti (oleh Muhammad Nahdi)

Rabu, Agustus 12, 2009

Akhir-akhir ini, Direktorat Penilaian Kekayaan Negara (PKN) semakin sering mendapatkan ‘pesanan’ berupa penilaian terhadap sewa Barang Milik Negara (BMN). Peraturan mengenai penetapan tarif sewa BMN sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 96 tahun 2007, namun formula penetapan tarif sewa tersebut dirasakan masih belum sesuai dengan kondisi pasar sewa yang sesungguhnya. Hal ini dibuktikan sendiri oleh Penulis yang menemukan bahwa dari beberapa pelaksanaan penilaian atas tarif sewa yang dilaksanakan oleh Direktorat PKN ditemukan tarif sewa berdasarkan formula PMK 96 tersebut tidak sesuai dengan tarif sewa pasar yang berlaku.
Berdasarkan kenyataan ini, maka Penulis mencoba untuk menelusuri praktik terbaik (best practice) dalam menetapkan tarif sewa atas suatu properti sehingga bisa dijadikan sebagai acuan (benchmark) bagi Penilai di Indonesia, khususnya di Ditjen Kekayaan Negara, dalam melakukan penilaian atas tarif sewa properti.
Formula Tarif Sewa berdasarkan PMK nomor 96 tahun 2007
Sebagaimana telah diketahui bahwa untuk menentukan tarif sewa BMN, PMK nomor 96 tahun 2007 menggunakan formula sebagai berikut:
Objek Penilaian Sewa Formula Tarif Sewa
Tanah Kosong 3,33 % X Luas Tanah X Nilai Tanah
Tanah dan Bangunan (Sewa Tanah Kosong) + (6,64% X Luas Bangunan X Harga Satuan Bangunan dalam keadaan baru X Nilai Sisa Bangunan)
Prasarana Bangunan 6,64% X Harga Prasarana Bangunan dalam keadaan baru X Nilai Sisa Prasarana Bangunan

Kelemahan utama dari formula tersebut adalah ditetapkannya tingkat kapitalisasi sewa dengan besaran yang sudah pasti dan seragam untuk setiap situasi, kondisi, dan daerah yaitu: 3,33% untuk sewa tanah dan 6,64% untuk sewa bangunan atau prasarana bangunan. Padahal, dalam teori penilaian yang sudah dibuktikan dengan praktik yang berlaku dimanapun, besaran tingkat kapitalisasi yang sama tidak bisa diaplikasikan untuk situasi, kondisi, dan daerah yang berbeda-beda.
Dengan menggunakan formula tersebut, Penulis menemukan kenyataan di lapangan bahwa hasil yang didapatkan dengan formula ini seringkali tidak ‘pas’ dengan selera pasar (umumnya lebih rendah dibandingkan dengan tarif yang berlaku di pasar). Untuk itu, formula seperti yang tercantum dalam PMK nomor 96 tersebut perlu ditinjau kembali mengingat rendahnya tingkat keandalan nilai yang dihasilkan oleh formula tersebut.
Dalam pandangan Penulis, penetapan tarif sewa BMN yang tidak sesuai dengan tarif yang berlaku di pasar akan merugikan negara. Sumber kerugian negara tersebut berasal dari dua hal yaitu:
1. Jika tarif sewa ditetapkan terlalu rendah, maka Negara berpotensi kehilangan penerimaan negara (bukan pajak) yang disebabkan oleh terlalu rendahnya penetapan tarif sewa.
2. JIka tarif sewa ditetapkan terlalu tinggi, maka Negara berpotensi kehilangan penerimaan negara (bukan pajak) yang disebabkan oleh tidak adanya pihak ketiga yang mau menyewa BMN mengingat tarif sewa yang terlalu mahal.
Pandangan ini juga dikemukakan oleh Finkel (2009), yang antara lain menyatakan bahwa penetapan harga sewa yang terlalu tinggi atas suatu properti akan menghabiskan waktu dan uang dari pemilik properti untuk membayar iklan. Salah satu indikasi dari penetapan tarif sewa yang terlalu tinggi adalah sudah berapa lama properti tersebut ditawarkan di pasar? Semakin lama properti tersebut ‘beredar’ (baca: ditawarkan) di pasar maka dapat diduga properti tersebut ditawarkan terlalu mahal.
Praktik Terbaik
Untuk menelusuri adanya praktik terbaik tentang penilaian tarif sewa, Penulis melakukan studi pustaka yaitu dengan menelaah tulisan maupun artikel yang terkait dengan penilaian tarif sewa. Berdasarkan hasil telaahan Penulis, ditemukan bahwa pendekatan penilaian yang hampir selalu digunakan terhadap penilaian tarif sewa adalah pendekatan data pasar. Finkel (2009) dalam artikelnya yang berjudul “How to Determine Rent for Your Lease Options” menyatakan bahwa:
“Real estate is valued by what other people (known as the market) are willing to pay in order to use of the property. This is the market rent value of the property”
Dari pernyataan tersebut tampak jelas bahwa Pendekatan Data Pasar menjadi pendekatan yang utama dalam melakukan penilaian terhadap tarif sewa. Sebagai tambahan, dalam artikel lain yang dikutip dari www.usrentallisting.com disebutkan :
“The question you may be asking yourself is, "How much can I rent my house for?" This is an excellent question. In fact, before you decide to lease your property, you should find out what the fair market rent value is”
Pernyataan ini semakin menegaskan penggunaan Pendekatan Data Pasar dalam menentukan tarif sewa atas suatu properti. Jika kita telusuri lagi tulisan-tulisan maupun artikel-artikel terkait tentang penilaian tarif sewa maka dapat dipastikan bahwa penggunaan Pendekatan Data Pasar adalah hal yang sangat lazim digunakan untuk menilai tarif sewa.
Satu hal yang perlu Penulis tegaskan adalah tarif sewa yang dihasilkan dengan Pendekatan Data Pasar bukanlah suatu nilai tunggal melainkan berupa ‘range’ suatu nilai. Tidak ada ‘nilai tunggal’ yang dianggap benar dan mewakili nilai pasar, yang ada adalah ‘nilai wajar’ sehingga sepanjang hasil dari penilaian masih berada di dalam ‘range’ nilai yang wajar maka hal itu bisa diterima di dunia penilaian. Namun, bila suatu nilai sudah berada di luar ‘range’ nilai yang wajar maka hal tersebut bisa dipertanyakan ‘kewajarannya’. Hal ini juga ditegaskan oleh Finkel (2009) bahwa yang paling memungkinkan adalah mencari ‘range’ nilai wajar. Demikian pula dalam artikel yang berjudul “How to Determine Rental Rates for Your Deals” yang dikutip dari http://articles.learntoberich.biz menyatakan bahwa:
“rents are not fixed numbers even for the same house... So, when you do your research to determine what rent should be, realize it is going to be a range of numbers and not a single number”
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa praktik terbaik untuk menentukan tarif sewa adalah dengan menggunakan Pendekatan Data Pasar. Dengan menggunakan pendekatan ini maka dapat diteliti lebih dalam lagi mengenai penentuan tingkat kapitalisasi dengan menggunakan salah satu formula dalam teori penilaian yang sudah baku yaitu:
Net Operating Income
Value =
Capitalisation Rate

Dari persamaan di atas, bila kita asumsikan ‘Net Operating Income’ sebagai penghasilan pemilik properti dari sewa dan ‘Value’ sebagai nilai pasar properti, maka kita bisa menemukan besaran dari tingkat kapitalisasi (Capitalisation Rate) sewa yaitu:
Net Operating Income
Cap Rate =
Value

Dengan demikian, tingkat kapitalisasi sewa yang berlaku di suatu daerah tergantung pada dua faktor yaitu besarnya tarif sewa pasar dan nilai pasar properti di daerah tersebut. Berdasarkan persamaan tersebut di atas dapat dipahami bahwa tingkat kapitalisasi sewa untuk setiap situasi, kondisi, dan daerah akan berbeda-beda dan tidak dapat diseragamkan seperti halnya formula dalam PMK nomor 96.
Dengan menggunakan pendekatan data pasar sebagai pendekatan utama, maka untuk dapat menentukan tarif sewa yang tepat atas suatu properti sudah barang tentu perlu dilakukan survei / penelitian tarif sewa yang berlaku di sekitar properti tersebut (disebut juga sebagai Rent Survey/ Research) dengan tujuan untuk mengetahui tarif sewa yang berlaku di daerah tersebut sehingga tarif sewa pasar dapat diketahui. Setelah mengetahui tarif sewa pasar, maka bisa ditentukan tarif sewa yang ‘pas’ untuk properti kita dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian (adjustments) yang sesuai dengan situasi dan kondisi properti yang kita miliki. Hal ini mirip dengan penilaian terhadap tanah dengan cara mencari data pembanding di pasar untuk kemudian dilakukan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan sehingga sesuai dengan situasi dan kondisi tanah yang dinilai.
Survei Sewa Pasar
Untuk menghasilkan data pembanding tarif sewa pasar yang dapat diandalkan, ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh Penilai. Tips berikut ini Penulis kompilasikan dari beberapa tulisan / artikel yang berhasil didapatkan yaitu dari http://www.creonline.com/ dengan judul “How to Determine Rent for Your Lease Options” oleh David Finkel, http://articles.learntoberich.biz dengan judul “How to Determine Rental Rates for Your Deals”, www.usrentallisting.com dengan judul “How Do I Determine the Fair Market Rent for My House”, dan http://www.apartment-rental-listing-guide.info dengan judul “How to determine the optimal market rental rate?” :
1. Lakukan pencarian data tarif sewa pasar melalui internet. Saat ini internet sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari dunia penilaian karena menjadi sumber data yang masif dan cepat bagi Penilai dalam melakukan survei data pasar. Namun, sudah pasti bahwa tidak semua data yang ditemukan di internet dapat diandalkan. Penilai harus bisa menentukan dan memilih data mana yang dapat diandalkan, situs-situs apa saja yang bisa dipercaya, dan forum-forum apa saja yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber data.
2. Lakukan pencarian data tarif sewa pasar melalui media cetak dan agen properti. Beberapa media cetak seperti “Properti Indonesia” mempublikasikan nilai sewa ruangan di beberapa gedung perkantoran di Jakarta dalam tiap terbitannya.
3. Lakukan survei ke lapangan dan tanyakan kepada orang atau penghuni lain di sekitar properti yang akan dinilai. Pertanyaan sebaiknya disusun sedemikian rupa sehingga tidak bersifat ‘ofensif’. Pertanyaan seperti: “Berapa harga sewa setahun yang Saudara bayar untuk menyewa kios ini?” akan terdengar ‘ofensif’ bagi responden. Pertanyaan tersebut bisa diganti dengan: “Apakah Saudara tahu berapa sih orang lain bayar tarif sewa kios per bulannya di sini?” sehingga tidak terlalu ‘ofensif’ bagi responden.
4. Pilih responden yang tepat. Jika penilai mendapatkan jawaban dari orang yang tidak dalam kapasitasnya untuk menjawab maka tingkat keandalannya patut diragukan. Contoh responden yang keandalannya diragukan: anak dari penyewa (apalagi kalau yang sekolahnya masih tingkat SMA ke bawah), pegawai/pelayan dari penyewa kios/toko, atau pemilik warung di sekitar objek penilaian sewa.
5. Pilah lagi jawaban yang didapatkan dari hasil survey lapangan. Jawaban berikut ini termasuk yang kurang dapat diandalkan: “Wah, nggak tahu ya...kaya’nya sih sebulan 5 juta sewanya”, dan jawaban berikut bisa masuk kategori diandalkan: “Kalau saya sih bayar sewa sebulan 3 juta, pak Amir yang di sebelah saya 4 juta karena lebih gede kiosnya”.
6. “Don’t be afraid to use your acting skills, when you are doing your research”. Kalimat tersebut Penulis kutipkan dari artikel di www.usrentallisting.com dengan judul “How Do I Determine the Fair Market Rent for My House”. Artinya lebih kurang adalah, “Jangan ragu untuk menggunakan keahlian aktingmu ketika melakukan survei lapangan”. Hal yang lebih kurang sama dengan kalimat tersebut di atas juga Penulis temukan di artikel lain di http://www.apartment-rental-listing-guide.info dengan judul “How to determine the optimal market rental rate?” yang menyatakan bahwa salah satu cara survei sewa adalah dengan:”Become a ‘pretend’ renter”.
7. Luangkan waktu yang cukup untuk melakukan survey lapangan sehingga data sewa pasar yang didapatkan benar-benar mewakili kondisi pasar.
8. Mengenai jumlah data pembanding untuk penilaian tarif sewa, praktik terbaik yang Penulis dapatkan adalah sebagai berikut:
a. Finkel (2009) menyatakan bahwa salah satu kesalahan yang paling umum dalam melakukan survei lapangan adalah dengan mendapatkan jumlah data pembanding ‘kurang dari 5 (lima)’. Artinya, menurut Finkel (2009) jumlah data pembanding itu minimal 5 (lima).
b. Dalam artikel di http://www.apartment-rental-listing-guide.info dengan judul “How to determine the optimal market rental rate?” disebutkan bahwa Surveyor disarankan untuk mengunjungi 10 – 15 tempat/kios/unit di apartemen di sekitar objek penilaian.
Nah, bagaimana dengan di Indonesia? Penulis berpendapat bahwa semakin banyak jumlah data pembanding untuk penilaian tarif sewa maka semakin bagus juga untuk Penilai. Namun, mengingat situasi dan kondisi pasar sewa di Indonesia yang tidak seterbuka pasar di negara-negara yang sudah maju, menurut hemat Penulis jumlah pembanding yang ideal di Indonesia minimal 3 (tiga) buah. Kalau bisa lebih dari 3 (tiga) akan lebih baik. Selain itu, kendala yang biasa dihadapi oleh Penilai, khususnya di DJKN, adalah terbatasnya waktu yang diberikan untuk melakukan penetapan tarif sewa sehingga survei lapangan tidak bisa dilakukan secara optimal.
Simpulan
Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan formula tarif sewa untuk BMN sesuai dengan PMK nomor 96/2007 akan terus menerus berhadapan langsung dengan metode penilaian tarif sewa yang sesuai dengan praktik terbaik yang berlaku umum yaitu dengan menggunakan pendekatan data pasar. Perbedaan diantara keduanya ada pada penetapan tingkat kapitalisasi sewa yang pada PMK 96 sudah diseragamkan untuk tiap situasi, kondisi, dan lokasi, sedangkan dengan pendekatan data pasar akan ditemukan tingkat kapitalisasi yang berbeda-beda untuk setiap situasi, kondisi, dan lokasi. Penulis sendiri berpendapat bahwa Pendekatan Data Pasar adalah cara yang terbaik untuk menentukan tarif sewa atas suatu properti karena lebih mencerminkan kekuatan permintaan (demand) dan penawaran (supply) di pasar.

Referensi:
• Finkel, David. 2009. “How to Determine Rent for Your Lease Options”. http://www.creonline.com.
• “How to Determine Rental Rates for Your Deals”. http://articles.learntoberich.biz
• “How Do I Determine the Fair Market Rent for My House”. www.usrentallisting.com
• “How to determine the optimal market rental rate? .http://www.apartment-rental-listing-guide.info

Sumber : www.muhamadnahdi.blogspot.com

Jadwal Penyusunan DKPB 2010

Senin, Agustus 03, 2009

Sehubungan dengan akan berakhirnya masa berlaku DKPB 2009 dan sudah tidak validnya lagi data-data harga komponen penyusun DKPB, untuk itu diperlukan adanya pembaharuan data-data yang akan diperlukan dalam proses penyusunan DKPB tahun 2010. Penyusunan DKPB 2010 dilakukan dengan tetap menggunakan software dan format baku sebagaimana DKPB 2009.

Jadwal Penyusunan DKPB 2010 adalah sebagai berikut :

1.Survey Data.
Survey data meliputi data harga bahan bangunan, data upah pekerja dan data harga/sewa peralatan dilakukan oleh masing-masing KPKNL terhadap seluruh kota/kabupaten dalam wilayah KPKNL yang bersangkutan dengan menggunakan formulir terlampir. Survey tersebut dilakukan mulai tanggal 24 Agustus 2009 s.d. tanggal 9 Oktober 2009.

2.Verifikasi Data oleh Kanwil.
Hasil survey sebagaimana butir 1 disampaikan oleh KPKNL kepada Kanwil DJKN yang bersangkutan untuk dilakukan verifikasi. Periode verifikasi yang dilakukan oleh Kanwil adalah mulai tanggal 12 Oktober 2009 s.d. tanggal 30 Oktober 2009.

3.Penjelasan data dan Penetapan Data Final
Kanwil melakukan koordinasi dengan KPKNL untuk meminta penjelasan mengenai data-data yang dianggap kurang sesuai/kurang tepat. Hasil koordinasi tersebut kemudian ditetapkan oleh Kakanwil sebagai Data Final yang akan digunakan sebagai inputing program DKPB. Tahap penjelasan data dimulai tanggal 2 November 2009 s.d. tanggal 13 November 2009.

4.Pencetakan/Print Out DKPB.
Data Final sebagaimana dimaksud butir 3 dikembalikan ke KPKNL dan selanjutnya diproses oleh KPKNL dengan menggunakan software excel DKPB yang telah ada (DKPB 2009).
Hasil proses software dimaksud, selanjutnya dicetak/diprint out dengan format sebagaimana format baku DKPB yang telah ada untuk ditandatangani oleh Kepala KPKNL. Periode pencetakan sampai pengiriman ke Kanwil mulai tanggal 16 November 2009 s.d. 26 November 2009.

5.Pengesahan/Penandatanganan oleh Kanwil.
Hasil cetak/print out DKPB 2010 yang telah ditandatangani oleh Kepala KPKNL selanjutnya dikirimkan ke Kanwil DJKN setempat untuk dimintakan pengesahan Kepala Kanwil DJKN. Periode pengesahan/penandatangan oleh Kanwil sampai dengan pengiriman DKPB tahun 2010 ke Kantor Pusat DJKN dimulai dari tanggal 1 Desember 2009 s.d. 11 Desember 2009.

6.Kompilasi DKPB di tingkat Kanwil.
Kanwil melakukan kompilasi DKPB dari semua KPKNL yang berada di wilayahnya. Dengan Surat Penetapan Kepala Kanwil, Kompilasi DKPB per Kanwil tersebut dinyatakan sah dan berlaku terhitung mulai tanggal 1 Januari 2009. Periode kompilasi di tingkat Kanwil sampai pengeluaran Surat Penetapan Kepala Kanwil adalah 15 Desember 2009 s.d. 20 Desember 2009.

7.Pengiriman DKPB ke Kantor Pusat.
Hasil cetak / print out DKPB 2009 yang telah ditandatangani oleh Kepala KPKNL dan Kepala Kanwil DJKN, selanjutnya disampaikan ke Kantor Pusat DJKN dalam bentuk cetakan (hardcopy) maupun CD/disket (softcopy) atau dapat juga dikirimkan melalui email dengan alamat petabang2@gmail.com. Seluruh format DKPB 2010 sudah harus diterima Kantor Pusat DJKN paling lambat tanggal 24 Desember 2009.

8.Kompilasi DKPB.
Kantor Pusat DJKN kemudian akan melakukan kompilasi atas seluruh data DKPB selambat-lambatnya pada 31 Desember 2009.

Surat permintaan survey DKPB ini akan dikirimkan kepada masing-masing kantor, sebagai dasar pelaksanaan pekerjaan survey tersebut. Pengumuman ini hanya memberitahukan secara lebih dini agar teman-teman di daerah sudah dapat merencanakan pelaksanaan kegiatan dari sekarang dan disesuaikan dengan jadwal yang telah kami susun. Terima Kasih!

Penilaian Jembatan (oleh Rachmat "Qory" Kurniawan )

Sabtu, Agustus 01, 2009

Dalam rangka penyusunan laporan keuangan pemerintah pusat, penilai DJKN mendapat tugas menilai semua jembatan milik pemerintah pusat. Tugas ini terbilang cukup berat karena banyak penilai DJKN yang belum cukup memiliki pengetahuan untuk melakukan ini.

Direktorat Penilaian Kekayaan Negara dalam hal ini diminta membuat panduan atau pedoman dalam melakukan penilaian jembatan. Tugas ini disertai permintaan supaya pedoman tersebut dibuat dengan pertimbangan "mudah digunakan" dan "mampu di challenge". Untuk itulah melalui SE No. 7 , Dit. PKN menerbitkan pedoman penilaian jembatan.

Dalam SE tersebut jembatan dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Jembatan Standar
2. Jembatan Non Standar

Jembatan Standar terdiri dari
1. Jembaran Flat Slab
2. Jembatan Gelagar Beton I
3. Jembatan Gelagar Beton T
4. Jembatan Box CUlvert
5. Jembatan Gelagar Baja
6. Jembatan Rangka Baja

Jembatan Non Standar terdiri dari
1. Jembatan Box Girder
2. Jembatan Cable Stayed
3. Jembatan Pelengkung Beton
4. Jembatan Pelengkung Baja
5. Jembatan Lainnya yang tidak termasuk jembatan standar

Jembatan yang masuk kategori jembatan standar dapat dihitung dengan menggunakan alat bantu DKPJb, sedangkan jembatan non standar harus dihitung dengan menggunakan quantity survey.

Dengan alat bantu DKPJb pelaksanaan penilaian jembatan standar dapat berlangsung dengan cepat. DKPJb sendiri dihitung dengan membuat model-model jembatan standar dan dihitung secara quantuty survey. Selanjutnya hasilperhitungan quantity survey itu dibagikanberdasarkan beberapa parameter untuk setiap komponen jembatan.

Komponen Jembatan sendiri terbagi menjadi:
1. Struktur Bawah
2. Struktur Atas

Struktur Bawah terdiri dari:
1. Pondasi
2. Pilar
3. Kepala Pilar

Struktur Atas Terdiri dari
1. Sistem Gelagar
2. Tumpuan
3. Plat Lantai
4. Trotoar
5. Kerb
6. Tiang Sandaran
7. Pipa Sandaran
8. Lapisan Aspal
9. Sambungan
10. Pipa Air Hujan
11. Marka Jalan

Setiap Komponen dihitung berdasarkan luas lantai jembatan atau volume komponen terpasang.
sumber : www.rachmatqorykurniawan.blogspot.com

Diberdayakan oleh Blogger.